Jumat, 26 Juni 2009

WALKING LAMB : 9. Stochastic Oscillator

Merupakan alat analisis ciptaan George C Lane pada akhir 50-an. Seperti namanya, nilai kisaran pada indikator ini adalah 0 – 100 ( oscillator ). Stochastic Oscillator digunakan untuk menunjukkan posisi closing relatif terhadap range transaksi dalam suatu periode tertentu. Pada dasarnya indikator ini dipakai untuk mengukur kekuatan relatif harga terakhir terhadap selang harga tertinggi dan terrendahnya selama selang periode yang kita inginkan.

Stochastic Oscillator terdiri dari dua garis yang disebut %K dan %D. Inti dari indikator ini adalah %K itu sendiri sedangkan %D adalah SMA dari %K. Bisa dikatakan bahwa %D adalah sebagai garis pengidentifikasian arah %K.

Jika kita lihat dari range Stochastic Oscillator yaitu 0–100, dapat dikatakan bahwa sebenarnya indikator ini tidaklah berbeda dengan RSI. Hanya saja dalam Stochastic perhitungan meliputi harga terendah, tertinggi dan closing price pada waktu yang ditentukan.

Nah, mari lihat gambar dibawah ini.


Gambar dibawah adalah Stochastic Oscillator untuk GBPUSD dengan periode candle daily. Tampak bahwa %K cenderung lebih “keriting” dibanding %D yang adalah smoother dari kurva %K. Salah satu ciri khas dari indikator ini adalah pergerakannya yang memang selalu ada pada rentang 0-100. O ya, dalam tampilan kali ini, Stochastic yang digunakan adalah Stochastic Slow pada Netdania. Kedepannya nanti Anda akan mempelajari bahwa Stochastic Oscillator sendiri memiliki banyak varian seperti fast dan slow.

Sekarang bagaimana kegunaan indikator ini? Apakah sama dengan RSI? Kalau sama kenapa tidak pakai RSI saja? Nah pertanyaan ini yang akan kita jawab dalam kelas kita kali ini.

Dilihat dari jenisnya, Stochastic memang sama dengan RSI yaitu indikator bertipe Oscillator. Kegunaan indikator model begini rata-rata memang untuk mengakomodasi pergerakan jenuh beli dan jual dari pergerakan mata uang. Namun ada beberapa hal yang tidak dimiliki RSI tetapi dimiliki Stochastic dan demikian juga sebaliknya.

Ditinjau dari sisi sensitivitasnya, RSI masih jauh lebih sensitif dibanding Stochastic. Begitu juga dari sisi kemudahan pembacaan. RSI tidak memiliki smoother seperti %D pada Stochastic. Dengan demikian dapat menghilangkan efek bias pada pembacaan.





Namun demikian kesederhanaan RSI juga dapat menjadi kekurangannya. RSI kurang pas jika dipakai untuk mengetahui trend yang sedang berlangsung pada mata uang. Sementara gabungan %K dan %D pada Stochastic dapat menjadi duet yang cukup ampuh dalam memprediksi trend yang sedang terjadi.

Hal lainnya adalah dikarenakan Stochastic tidak sesensitif RSI maka false signal pun tidak sesering pada RSI. Ini sebabnya kebanyakan trader lebih memilih Stochasic dalam mengetahui keadaan jenuh beli dan jual dari pasar.

Ada beberapa informasi yang dapat kita peroleh dengan Stochastic Oscillator. Namun secara umum tidak berbeda dengan informasi pada RSI dan SMA. Dan memang Stochastic Oscillator sebenarnya adalah gabungan dari kedua jenis indikator tersebut dengan cara perhitungan yang berbeda. Secara keseluruhan, indikator ini dapat kita gunakan untuk menentukan keadaan overbought/ oversold (yang artinya prediksi trend untuk jangka panjang), perpotongan antara %K dan %D (sebagai short term trend), dan Bullish/Bearish centerline.


Overbought / Oversold

Keadaan overbought/ oversold menurut Stochastic diperoleh bila garis %K telah memasuki batasan 20 dan 80 yakni dibawah 20 untuk oversold dan diatas 80 untuk overbought. Sama dengan RSI bukan? Harap diingat juga bahwa batasan 20/80 ini bukanlah batasan mutlak. Bisa saja 30/70 atau yang lain. Jadi jangan heran bila saya juga menggunakan batasan yang berbeda dalam menentukan kondisi overbought/ oversold dari situasi ini.

Keadaan overbought/ oversold ini akan memicu naik turunnya harga dalam jangka panjang. Apabila sedang terjadi kenaikan harga namun stochastic sudah menuju titik overbought-nyadan mulai meninggalkan area tersebut, itu berarti akan terjadi tekanan pada laju kenaikan harga yang pada akhrinya membuat harga kembali turun sampai keseimbangannya yang baru. Perhatikan gambar berikut. Untuk batasan overbought/ oversold kali ini kita menggunakan 20/80 ( diarsir dengan warna oranye muda ).


Dari gambar diatas terlihat bahwa ketika harga telah masuk ke area OB atau OS maka perlahan akan kembali bergerak turun seiring dengan arah pergerakan Stochastic. Berapa kali Stochastic menunjukkan ketepatan yang luar biasa dalam mengetahui arah pergerakan selanjutnya ( diberi tanda dengan lingkaran merah ). Dengan mematuhi Stochastic saja sudah dapat terlihat betapa besar profit yang bisa dihasilkan dalam beberapa hari pergerakan. Semoga mata Anda terbuka sekarang.


%K and %D Crossing

Selain area 20/80 seperti pada contoh diatas, perpotongan %D dan %K juga dapat kita gunakan untuk menentukan sebuah posisi Buy/ Sell. Ada kalanya kita kehabisan kesabaran menunggu Stochastic menyentuh batasan 20/80 seperti yang telah kita tentukan. Meski seringkali akurat namun dalam gelombang geraknya belum tentu ketika Stochastic bergerak turun maka dia sempat memasuki area 20 dan demikian juga ketika dia naik. Kadang sebelum sempat melewati area tersebut harga telah kembali bergerak ke arah kebalikannya sehingga kita kehilangan kesempatan. Nah, crossing ala Sotchastic dapat kita gunakan sebagai penentu Buy/Sell dalam keadaan begini.

Sama seperti indikator Moving Average yang digunakan dengan melihat crossing pada dua periode yang berlainan, hal yang sama juga dapat kita terapkan pada Stochastic. Bedanya disini adalah crossing yang terjadi adalah antara %K dengan %D yang adalah smoother dari %K.

Seperti kita ketahui sebelumnya %D merupakan MA dari %K yang tidak lain pencerminan dari perubahan harga. Jadi, sesuai dengan sifat MA dalam menentukan perubahan trend, setiap perpotongan antara %D dengan %K berarti adalah perubahan trend untuk jangka waktu singkat di depan. Kondisi Bullish terjadi bila garis %K memotong %D dari bawah dan sebaliknya trend Bearish diperoleh ketika %K memotong dari atas. Keadaan ini bisa saja berlangsung bahkan ketika kedua garis sedang dalam wilayah overbought/ oversold. Jika ini terjadi, itu artinya memang tekanan beli atau jual sedang kuat sekali sehingga akan terjadi kemungkinan harga menembus batas support dan ressistance-nya. Perhatikan gambar berikut:



Perhatikan ketika %K dan %D saling berpotongan dan mulai bergerak ke atas (ditandai dengan warna kuning) harga juga menunjukkan uptrend dan terus bergerak naik. Sebaliknya ketika harga bergerak turun, %K dan %D juga saling berpotongan dan menunjukkan arah ke bawah (ditandai dengan warna hijau). Kedua keadaan ini terus menerus berulang dan silih berganti. Cara pembacaan sama persis seperti kita menginterpretasikan indikator Moving Average.

Nah, sampai disini bahasan mengenai Stochastic Oscillator. Sebelum kita berpindah kepada indikator lainnya, perlu saya ingatkan kembali mengenai perihal karakter indikator oscillator seperti Stochastic ini. Hal yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan indikator yang bergerak dalam kisaran tertentu seperti ini adalah sensitivitasnya. Begitu juga pada Stochastic yang dapat bersifat sangat sensitif bila kita menggunakan periode yang tidak tepat. Penggunaan periode yang tidak tepat dapat membawa kita pada pengambilan keputusan yang salah yang pada akhirnya membawa kita pada kerugian besar.Untuk itu sangat disarankan Anda mencari periode yang terbaik pada indikator ini untuk setiap pairs. Besarnya bisa berbeda-beda. Semakin panjang periode yang dipakai maka grafik indikator akan semakin halus yang artinya ke-sensitifitas-annya akan berkurang. Disarankan juga untuk menggunakan Full Stochastic dalam penggunaan karena memang lebih halus dan dapat mengurangi grafik indikator yang terlalu keriting.

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 9. Stochastic Oscillator”

WALKING LAMB : 8. Relative Strength Index

Diperkenalkan pertama kali oleh J. Welles Wilder pada tahun 1978 pada bukunya New Concepts in Technical Trading Systems. Nilai dari RSI berada pada kisaran 0 - 100 ( itulah sebabnya mengapa digolongkan sebagai Indikator Oscillator. Oscillate = hanya ada pada kisaran tertentu ). RSI sendiri merupakan indikator yang membandingkan momentum harga yakni antara nilai pada saat ini terhadap daya tarik losses yang terjadi.





Perihal kegunaannya, RSI dapat kita gunakan untuk mengetahui hal-hal berikut ini:
  1. Divergence positif / negatif
  2. Momentum pergerakan harga
  3. Kondisi overbought / oversold
Namun diantara ketiga kegunaan diatas, kegunaan pertamalah yang paling sering dipakai oleh para trader terutama karena sisi kemudahannya sehingga interpretasi RSI tidak bias antara satu trader dengan trader lainnya.

Cara pengidentifikasian kondisi overbought / oversold dengan RSI sangatlah sederhana. Sederhana namun belum tentu mudah. Aturan umum yang berlaku adalah kondisi overbought diperoleh bila RSI memotong garis 70 dan oversold bila RSI memotong garis 30. Beberapa buku juga merekomendasikan 20-80 sebagai batasan OB dan OS. Bisa saja untuk mata uang tertentu dalam kondisi tertentu batasan overbought / oversold berada pada 40-60, jadi bergantung mana yang sesuai. Lagi-lagi perlu dilakukan trial and error. Namun demikian sebagai sedikit panduan, RSI akan semakin akurat digunakan pada kondisi pasar yang efisien dan stabil. Sampai saat ini, pasar forex merupakan pasar yang paling stabil dan efisien dalam pergerakannya (harga lebih ditentukan oleh market dan sangat likuid). Jadi, sedikit banyak batasan 30-70 masih berlaku disini walaupun tidak mutlak.

Perhatikan chart berikut ini:




Pada gambar, bagian diatas yang diraster dengan warna kuning adalah daerah OB dan OS pada RSI yaitu diatas 70 dan dibawah 30. Perhatikan ketika RSI berada pada area-area tersebut maka harga akan segera berbalik kembali seperti pada bagian yang diberi lingkaran. Perihal bagaimana harga berlaku ketika situasi OB dan OS terjadi, kita telah mempelajarinya pada chapter 3 di kelas Walking Lamb ini. Wuah menarik bukan? Sebuah indikator yang mampu mengetahui kapan harga berbalik! Berterima kasihlah pada J.W. Wilder untuk hal ini.


The Centerline Crossover

Seperti juga pada MACD yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan momentum kenaikan/penurunan harga, RSI juga dapat digunakan untukhal yang sama. Bedanya jika pada MACD crossover terjadi pada garis nol maka pada RSI pada garis 50.

Cara membaca kekuatan momentum suatu harga sama seperti pada MACD yakni bila garis RSI menembus centerline (garis 50) dari bawah maka sedang terjadi trend kenaikan. Besarnya momentum sebanding dengan besar nilai RSI yang terjadi. Demikian juga berlaku sebaliknya. Mari kita perjelas dengan satu gambar:



Perhatikan bagian yang diberi tanda lingkaran merah. Nampak ketika RSI juga menyentuh centerline dari bawah keatas maka harga bergerak naik dan sebaliknya ketika garis RSI menembus centerline dari atas kebawah maka harga cenderung mengarah turun. Memang ada situasi-situasi tertentu dimana sinyal ini tidak berlaku dikarenakan hal tersebut merupakan false signal pada RSI yang akan kita bahas pada sub judul setelah ini. Namun dengan centerline crossover ini maka akan sangat membantu kita dalam menentukan kondisi beli dan jual.


False Signal pada RSI

Jangan menggunakan RSI sebagai indikator Anda tanpa membaca bagian ini terlebih dahulu!! Mengapa? Jika Anda cukup cermat memperhatikan gambar-gambar yang disajikan di atas pasti beberapa di antara Anda bertanya, mengapa ada beberapa keadaan dimana apa yang dikatakan RSI berbeda dengan keadaan yang sebenarnya?

Inilah yang disebut false signal alias sinyal palsu. Jika kita telusuri dari rumus RSI mula-mula dapat kita ketahui bawha pada dasarnya RSI bergerak dengan sangat sensitif. Sebuah indikator yang sensitif memungkinkan kita memiliki banyak “anjuran” untuk Buy/Sell menurut indikator yang bersangkutan. Itu keuntungannya. Namun itu pun menjadi sekaligus bumerang bagi kita karena dengan semakin banyaknya anjuran yang ada maka akan semakin banyak kesempatan untuk terjadi anjuran yang menyesatkan yang membawa kerugian besar.

Oleh banyak chartist, RSI tidak digunakan sendirian sebagai indikator utama karena sifat sensitifnya itu. RSI lebih sering dipakai sebagai penguat anjuran oleh indikator lain.

Lalu adakah cara untuk menghilangkan false signal pada RSI atau setidaknya mengurangi kepalsuan si RSI ini? Ada. Tentu saja ada. Cara yang paling sederhana adalah mencari periode yang terbaik pada RSI yang hendak kita gunakan. Seperti kita ketahui bersama bahwa semakin besar periode sebuah indikator maka sifat sensitifitas akan semakin bekurang. Hal ini juga berlaku pada RSI dengan demikian kita dapat menggunakan RSI dengan periode sedikit lebih besar dari biasanya yaitu 14. Atau dapat juga menggunakan periode diatas itu, misalnya periode 18.


Bisa Anda perhatikan pada gambar di atas bagaimana RSI periode 18 (berwarna biru) terlihat lebih lamban dalam mengakomodasi pergerakan mata uang dibandingkan dengan periode standar yaitu 14.

Nah, periode mana yang cocok, silakan Anda yang tentukan sesuai selera masing-masing. Belajar Forex sendiri jika hendak menggunakan RSI biasanya menggunakan periode 10 atau 14, namun saya kembalikan lagi pada Anda sebagai pembaca.

Cara lainnya lagi adalah mengurangi sifat sensitifitas RSI dengan memangkas bagian-bagian RSI yang terlalu keriting. Caranya dengan memberikan penghalus pada RSI menggunakan SMA.



Pada gambar diatas saya menggunakan SMA 3 periode untuk menghaluskan RSI yang terlalu keriting. Terlihat bahwa grafik kini menjadi lebih halus dan kita cukup memperhatikan SMA pada RSI ini saja untuk mengetahui kondisi OB dan OS pada RSI. Dalam penggunaan SMA pada RSI, perlu dipahami untuk tidak menggunakan periode yang lebih besar dari 5 dikarenakan akan merusak keunggulan RSI itu sendiri yaitu sensitifitasnya. Jadi, cukup gunakan periode 1-5 dari SMA saja.

Penghalusan grafik ini sangat berguna bagi indikator RSI yang dapat sering kali “hanya mampir” sebentar pada area OB dan OS atau pun menembus centerline hanya sesaat saja. Dalam keadaan demikian, SMA akan meredamnya sehingga kurva menjadi lebih halus.

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 8. Relative Strength Index”

WALKING LAMB : 7. Moving Average Convergence Divergence

Ini bukan nama sebuah restoran fastfood yang biasa kita kenal. Dan penciptanya pun bukan MC Donald. MACD diciptakan oleh Gerald Appel dan mengambil formulasi yang sebenarnya mirip dengan Moving Average. Indikator ini terdiri dari dua bagian yaitu MACD histogram dan garis MACD sendiri. Secara garis, MACD terbagi atas tiga bagian yaitu triger line, center line dan MACD line. Perhatikan gambar dibawah ini :



Anda akan mengetahui mengapa MACD dikatakan mengambil formulasi yang sama dengan MA. Mari kita lihat asal dari garis-garis diatas (MACD line, triger line, Histogram, dan centerline) :

MACD line. Secara default fromulasi MACD line adalah : XMA12 – XMA26 yaitu selisih dari XMA periode 12 dengan XMA periode 26. Oleh karena menggunakan XMA, maka sifat-sifat MACD juga akan menyerupai sifat-sifat XMA yaitu memberikan sinyal yang lebih dini dibanding MA lainnya.

Triger line. Triger line adalah garis pemicu yang sebenarnya secara default adalah XMA9.

Centerline. Garis biasa. Merupakan garis nol yaitu membatasi histogram negatif dengan histogram positif.

Histogram. Formulasi untuk histogram adalah: MACD line – Triger line Digunakan sebagai indikasi overbought/oversold. Akan saya perjelas nanti.

Pertanyaan lainnya adalah bisakah kita menggunakan XMA periode lain untuk MACD line dan triger line? Bisa. Tentu saja bisa. Dan jika Anda sudah cukup mahir Anda dapat bereksplorasi dengan menggunakan periode yang berlainan.

Mungkin terlintas dipikiran kita mengapa kita harus repot-repot menggunakan MACD yang padahal hanya pengurangan dari XMA saja. Tidak demikian kenyataannya. Melalui formulasi sederhana seperti ini ternyata MACD mampu memberikan informasi bukan hanya trend yang akan terjadi tetapi lebih dari itu.

MACD dapat digunakan untuk mengetahui peralihan momentum yang dinilai kuat atau pun lemah, juga dapat dipakai untuk mengetahui kondisi overbought/oversold pada pasar yang dapat memicu peralihan trend.
MACD untuk Perubahan Trend





Ini adalah kegunaan khas dari MA yang digunakan MACD sebagai MACD line dan triger line. Cara membaca peralihan trend dari Bullish menuju Bearish dan sebaliknya sama dengan cara kita membaca peralihan trend pada MA. Garis digunakan untuk membacanya adalah MACd line dan triger line. Mari kita perhatikan lagi gambar dibawah ini:


Persis seperti aturan pada pembacaan MA, pada MACD berlaku aturan apabila MACD line memotong triger line dari bawah maka akan terjadi perubahan trend menuju Bullish trend. Dan berlaku juga sebaliknya apabila MACD line memotong triger line dari atas, maka akan terjadi perubahan trend menuju Bearish trend.

Lalu apa pengaruhnya dengan center line? Adakah pengaruh perpotongan MACD line dan triger line pada perubahan trend? Ada! MACD line dan triger line yang memotong centerline juga merupakan indikasi perubahan trend. Namun dalam hal ini adalah perubahan trend dalam jangka panjang.

Mungkin kriteria panjang disini sifatnya agak relatif. Maksudnya bergantung pada jenis mata uang itu sendiri. Boleh jadi arti ‘panjang’ bagi GBP adalah sekitar 3 bulan namun pada EUR dan AUD bisa jadi 2 bulan misalnya. Jadi bergantung pada mata uang yang kita pilih dan jangan lupakan juga time scale yang kita pakai.


Overbought dan Oversold pada MACD

Dari formulasi sederhana pada MACD, kita bukan saja dapat menentukan trend dalam jangka panjang maupun pendek. Ada satu lagi kegunaan MACD yaitu sebagai indikator overbought dan oversold. Meskipun jarang digunakan, ada baiknya kita mengetahuinya juga. Mungkin saja Anda menyukai indikator ini sebagai penentu wilayah overbought dan oversold.

Situasi overbought atau jenuh beli merupakan indikasi bahwa pasar telah mengalami kejenuhan dalam membeli mata uang yang bersangkutan. Jika ini terjadi maka diramalkan akan terjadi penurunan harga dalam beberapa saat kemudian. Begitu juga dengan oversold yang artinya kira-kira jenuh jual. Jika terjadi oversold maka diramalkan akan terjadi penguatan harga menuju titik resistance-nya. Perhatikan gambar dibawah:

Perhatikan ketika histogram beranjak naik keatas dan berada diatas centerline (gari nol) maka harga cenderung bergerak naik dan sebaliknya ketika histogram bergerak turun dan menuju area negatif, harga juga bergerak turun.

Garis dibawah centerline (area minus) merupakan wilayah yang disebut oversold area dan diatas centerline (area positif) merupakan wilayah overbought. Penurunan harga sendiri terjadi pada saat histogram (nah disinilah kegunaan histogram) meninggalkan area yang bersangkutan.

Berikut ini mari kita ringkaskan kaidah-kaidah yang berlaku pada indikator MACD:

No.
Kriteria
Definisi
1.
MACD line memotong triger line dari bawah Peralihan trend menuju Bullish
2.
MACD line memotong triger line dari atas Peralihan trend menuju Bearish
3.
MACD line dan triger line berada diatas centerline (area positif)
Long Bullish trend
4.
MACD line dan triger line berada dibawah centerline (area positif)
Long Bearish trend
5.
Histogram positif/negatif Kondisi overbought / Oversold
6.
Divergence positif
Harga akan ikut bergerak naik
7.
Divergence negatif
Harga akan ikut bergerak turun

Yup, sampai disini penjelasan saya mengenai MACD indikator. Kita bertemu kembali dalam indikator berikutnya.

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 7. Moving Average Convergence Divergence”

WALKING LAMB : 6. Moving Average (MA)

Merupakan indikator yang paling sering digunakan dan paling standar. Jika di Indonesiakan artinya kira-kira adalah rata-rata bergerak. Moving average sendiri memiliki aplikasi yang sangat luas meskipun secara rumus sangatlah sederhana. Dikatakan sederhana karena pada dasarnya metode ini hanyalah pengembangan dari metode rata-rata yang biasa dikenal di sekolah menengah.

MA sendiri merupakan indikator berjenis trend, yaitu indikator yang digunakan untuk menentukan trend yang sedang terjadi di market. Penggunaannya sangat luas bukan saja dalam dunia forex, jika Anda pernah bermain saham dan menggunakan analisa teknikal, maka pasti MA juga digunakan disana. Toh memang analisa teknikal bersifat universal dan dapat digunakan dalam sfemua market yang menggunakan data kolektif.

MA juga dapat diturunkan lagi menjadi indikator baru dan benar-benar berbeda dengan indikator aslinya. Jika nanti Anda mulai mempelajari MACD (Moving Average Convergence Divergence) maka Anda akan mengetahui bahwa indikator satu ini pun asalnya juga dari MA (lihat saja namanya).

Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu Simple Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Moving Average. Masing-masing merupakan metode rata-rata bergerak, hanya saja cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama lain. Namun dalam pembacaannya tetaplah sama dan semuanya mengiktui aturan yang berlaku pada Moving Average. Kenyataannya sejak awal tahun 2000 an, Moving Average bukan saja berkembang dalam 3 varian saja tetapi menjadi lebih dari 5 varian yang disesuaikan dengan kegunaannya saja. Namun untuk mempersempit ruang pembahasan sekaligus memudahkan Anda dalam menginterprestasikan MA, pembahasan hanya difokuskan pada ketiga jenis MA.






Simple Moving Average (SMA)

Simple Moving Average (atau biasa disebut Moving Average saja atau juga disingkat SMA) adalah Moving Average paling sederhana dan tidak menggunakan pembobotannya dalam perhitungan terhadap pergerakan closing price.

Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:


Meskipun sederhana, SMA cukup efektif dalam menentukan trend yang sedang terjadi di market. Cara pembacaannya pun sederhana.

Secara garis besar MA dapat digunakan untuk hal-hal berikut:

  1. Menentukan trend yang akan terjadi.
  2. Menentukan titik support dan resistance.
  3. Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi.
Aplikasi MA paling banyak digunakan untuk memprediksi arah trend sedangkan kegunaan no 2 dan 3 tidak terlalu banyak digunakan. Kali ini kegunaan MA akan dititik beratkan pada kegunaan utamanya yaitu untuk memprediksi trend. Sedangkan kegunaan no 2 akan dibahas pada artikel tersendiri yang akan disisipkan kemudian.

Sekarang mari kita perhatikan MA dengan periode 10 yang diterapkan pada GBP/USD periode 1 hari berikut ini:



Perhatikan bagian yang telah diraster dengan warna biru. Ketika harga bergerak naik, MA berada dibawah dari pergerakan mata uang. Sebaliknya bila MA berpotongan dengan candlestick, trend naik berhenti dan dilanjutkan dengan situasi sideways. Atau ketika trend naik terjadi lalu kemudian MA menembus harga dan berpindah dari bawah menuju keatas, itu merupakan pertanda bahwa trend naik telah berakhir untuk kemudian dilanjutkan dengan trend turun.

Nah, bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua periode yang berbeda? Hasilnya akan sangat menarik. Kita akan segera tahu bagaimana hasilnya:




Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua periode yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana harga akan bergerak. Apabila telah terjadi perpotongan antara harga dengan kedua SMA maka akan dipastikan harga kan berubah arahnya. Pada gambar diatas, apabila MA dengan periode yang lebih kecil-yaitu periode 10 jika di gambar-berada dibawah dari MA yang periodenya lebih besar-pada gambar diwakili dengan periode 15-maka itu merupakan indikasi harga sedang dalam trend turun dan sebaliknya apabila periode lebih kecil di atas dari periode yang lebih besar maka trend mata uang sedang dalam tren naik.

Dapat kita catat juga bahwa apabila rentang antara kedua SMA semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila mulai terjadi penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi perpotongan kembali, bisa disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah bukan?

Mengenai periode MA yang digunakan, sayangnya sampai saat ini belum ada aturan pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang perlu banyak-banyak berlatih dan mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah menurut kebutuhan meskipun pada pair yang sama karena memang kondisi sebuah mata uang adalah dinamis dari waktu kewaktu. Namun berdasarkan pengalaman, disarankan periode yang digunakan tidak lebih besar dari 40. Ini dimaksudkan agar MA tidak kehilangan sensitivitasnya sebagai indikator penentu trend.

Semakin besar periode dari MA maka kurva MA yang dihasilkan akan semakin lebar dan tidak sensitif dalam mengakomodasi perubahan harga. Sebaliknya, semakin kecil periode MA maka kurva MA yang dihasilkan menjadi semakin semakin sensitif. Dalam hal ini terlalu sensitif atau tidak sensitif sama sekali bukanlah hal yang baik. Semakin sensitif sebuah kurva MA maka semakin sering sinyal palsu dihasilkan dan membuat trading kita loss. Sebaliknya, semakin tidak sensitif maka sinyal beli atau jual menjadi semakin sedikit yang mengakibatkan kita tidak dapat bertrading.

Nah, lebih lengkapnya telah disarikan oleh BelajarForex mengenai penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb:

No
Posisi SMA
Arti
1

SMA berada dibawah harga.

Kondisi bullish / trend naik.

2

SMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3.

SMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuu bullish.

4.

SMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

5.

SMA periode lebih pendek memotong

SMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bullish.

6.

SMA periode lebih pendek memotong

SMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bearish.

7.

SMA dengan periode lebih panjang berada diatas SMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bearish / trend menurun.

8.

SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah SMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bullish / trend naik.


Nah itu penjelasan ringkas mengenai Moving Average. Jangan lupa untuk membaca artikel lain dari website ini untuk memperluas pengetahuan analisa Anda.

Weighted Moving Average (WMA)

Pertanyaan pertama yang timbul di benak kita adalah apakah perbedaan SMA dengan WMA? Tentu saja ada perbedaannya. Cukup berbeda sehingga diklasifikasikan menjadi dua bagian. Tidak cukup banyak berbeda sehingga nama mereka mirip karena menggunakan metodologi yang sama, hanya caranya yang berbeda.

Bayangkan begini: Manakah harga yang memiliki bobot penekanan yang lebih besar dalam memprediksi harga didepan, harga satu jam terakhir yang kita miliki atau harga dua bulan lalu yang kita miliki? Tentu saja yang satu jam terakhir. Paling tidak pergerakan harga tidak satu jam terakhir akan lebih representatif dalam memprediksi harga didepan apabila dibandingkan dengan harga dua bulan yang lalu.

Atau jika kita aplikasikan dengan kehidupan sehari-hari, ambillah kita akan membeli sebuah telepon genggam. Tentu saja kita akan mencari tahu harga telepon genggam tersebut dalam rentang waktu terakhir. Nah, mungkin kita akan lebih memperhatikan harga satu hari yang lalu dibandingkan harga dua minggu yang lalu karena menurut hemat kita pastilah pergerakan harga tidak akan berbeda jauh dengan harga satu hari lalu.

Bobot penilaian inilah yang diatur oleh WMA. Pada SMA, bobot setiap harga baik dua minggu lalu atau pun dua hari yang lalu memiliki bobot penilaian yang sama. Pada WMA data terakhir memiliki bobot yang lebih besar nilainya dibandingkan harga-harga sebelumnya.

Pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang periode yang kita tetapkan. Semakin panjang periode yang ditetapkan, maka semakin besar pula pembobotan yang diberikan pada data terbaru.

Secara keseluruhan, peraturan pada WMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:


No
Posisi WMA
Arti
1

WMA berada dibawah harga.

Kondisi bullish / trend naik.

2

WMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3.

WMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

4.

WMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5.

WMA periode lebih pendek memotong

WMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bulish.

6.

WMA periode lebih pendek memotong

WMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bearish.

7.

WMA dengan periode lebih panjang berada diatas WMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bearish / trend menurun.

8.

WMA dengan periode lebih panjang berada dibawah WMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bullish / trend naik.

Gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA. Perhatikan perbedaan SMA dengan WMA berikut ini:

Dan dibawah ini pemakaian WMA dengan dua periode yang berlainan:




Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada GBP/USD. Setiap titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang sedang berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi kembali perubahan trend dari bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada presisi penentuan trend.
Nah, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan harga pada tiap-tiap rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda. Namun, apakah metode pembobotan pada WMA merupakan metode pembobotan yang paling cepat dalam memberikan perubahan trend? Tidak. Pada WMA pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA sebelumnya. Pada bagian setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang melibatkan fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini.


Exponential Moving Average (XMA).

XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi sebaliknya yaitu semakin panjang periode yang kita pakai maka semakin kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai.

Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:

No
Posisi XMA
Arti
1

XMA berada dibawah harga.

Kondisi bullish / trend naik.

2

XMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3.

XMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuu bearish.

4.

XMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5.

XMA periode lebih pendek memotong

XMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bullish.

6.

XMA periode lebih pendek memotong

XMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bearish.

7.

XMA dengan periode lebih panjang berada diatas XMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bearish / trend menurun.

8.

XMA dengan periode lebih panjang berada dibawah XMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bullish / trend naik.

Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA.

Gambar dibawah ini adalah penggunaan XMA periode 10 pada grafik GBPUSD.


Dan sama seperti MA lainnya, XMA pun lebih sering digunakan dengan menggunakan 2 periode yang berlainan:




SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik?

Nah ini mungkin pertanyaan terakhir yang tersisa dari pembahasan Moving Average kita. Manakah diantara varian indikator MA ini yang paling baik?

Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA merupakan indikator yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini dibanding keduanya. Tentu saja demikian karena toh XMA memang diciptakan untuk mengeleminir kekekurangan varian MA pendahulunya. Tapi jika pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat relatif bergantung pada si pemakai.

Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang akan menjadi sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya, semakin sensitif maka akan semakin banyak juga false signal yang dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan ternyata salah atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang trader.

Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang lebih “safe”, mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian lainnya. Dan sebaliknya bila Anda menyukai permainan yang lebih beresiko (yang juga berari kemungkinan memperoleh keunutungan akan sama besarnya dengan resiko yang mungkin terjadi) maka XMA akan lebih baik menurut Anda karena lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika Anda seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas indikator hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan berdasarkan petunjuk instrumen tersebut.

Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage Absolute Error (MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak mencantumkan perhitungan dengan MAPE karena memang sangat relatif.

Kita akan bertemu pada bab berikutnya untuk perhitungan dengan menggunakan indikator lainnya. Sampai jumpa.

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 6. Moving Average (MA)”

WALKING LAMB : 5. Indikator Teknikal

Pengetahuan forex Anda berkembang dengan cepat dalam beberapa sesi belakangan ini. Kini Anda sudah mampu menggunakan platform, membaca grafik, menghitung Support-Ressistance, dan juga Overbought-Oversold. Bahkan mungkin trading Anda pun sudah mulai menunjukkan profit.

Ok, tapi itu saja tidak cukup. Siapa yang menganggap dirinya sudah mahir hanya dan memutuskan berhenti belajar hanya akan membuat dirinya jatuh dalam lubang kegagfalan dan berakhir sama persis dengan mereka yang tidak pernah belajar. Loss. Tentu Anda dan saya tidak mau bukan? Kalau begitu mari kita lanjutkan saja pelajaran berikutnya dari analisa teknikal kita.

Dalam analisa teknikal kita mengenal beberapa perangkat yang digunakan untuk memprediksi trend pergerakan harga, mengetahui support dan ressistance serta overbought-oversold. Perangkat tersebut mendasarkan pada data historis yang terjadi dimasa lampau. Namanya indikator.

Indikator diciptakan oleh banyak analis teknikal dan masing-masing memiliki tujuan tertentu. Beberapa ahli menciptakannya untuk memprediksi trend yang sedang berlangsung. Lainnya menciptakan indikator teknikal untuk mengukur OB dan OS. Sementara ada juga yang menciptakannya untuk mengetahui batasan sup dan res.





Nama indikator teknikal juga banyak yang sama dengan nama penemunya. Sebagai contoh indikator bernama Bollinger Bands, diciptakan oleh John Bollinger, seorang Analis Teknikal keturunan Yahudi.

Namun kalau mau diselidiki sebenarnya indikator menerapkan prinsip ilmu statistik dalam perhitungannya. Ya, statistik. Namun jangan khawatir, kalau Anda tidak menyukai statistik (sama seperti saya), kabar baiknya, Anda tidak perlu melakukan perhitungan manual satu persatu dalam membuat indikator. Semua software penyedia grafik forex biasanya sudah menyediakan built in indicator didalamnya dan kita tinggal menggunakannya saja. Bahkan ada beberapa platform yang memungkinkan kita membuat indikator sendiri. Ya, tentu saja itu kalau Anda sudah advance. Saya sendiri tidak tertarik untuk membuat indikator sendiri. Bagi saya indikator yang ada sekarang sudah memadai.

Ada terdapat lebih dari 300 indikator yang dapat Anda gunakan dalam melakukan analisa teknikal. Namun dalam penerapannya nanti Anda hanya membutuhkan 2 sampai maksimal 4 jenis indikator saja kok. Bukan berarti semakin banyak indikator akan semakin baik. Tidak. Yang ada adalah semakin membingungkan. Gunakan secukupnya saja dan mulailah terbiasa dengan beberapa indikator yang menurut Anda baik.

Pada Netdania sendiri ada lebih dari 20 jenis indikator yang dapat Anda gunakan. Sementara pada GAIN Capital jumlahnya ada sekitar 15 buah namun memungkinkan Anda menambahkan indikator sendiri dengan menggunakan API (Application Programming Interface) mereka.

Gambar dibawah ini adalah tampilan pilihan indikator pada Netdania.

Perlu ditekankan disini bahwa mengetahui banyak indikator bukan berarti menjamin trading Anda profit. Esensi dari penggunaan indikator terletak pada bagaimana Anda memadukan satu indikator dengan indikator lainnya serta timing dan periode yang Anda gunakan. Jika diibaratkan sebuah kerajaan, maka indikator berperan sebagai penasehat bagi Anda dalam menentukan kebijakan untuk kerajaan Anda. Andalah yang memutuskan apakah nasehat tersebut dituruti atau tidak. Semakin banyak penasehat maka semakin banyak suara yang diberikan. Kadang itu menjadi bukan saja membuat waktu tetapi menyesatkan dan seringkali menggerus emosi kita.

Nah, itu sebabnya Anda perlu mengetahui dan memilih indikator yang terbaik bagi Anda sendiri. Berbahagialah Anda karena telah memiliki Belajar Forex untuk membantu Anda memahami berbagai jenis indikator yang ada. Saya sendiri harus menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk memahami indikator-indikator teknikal ketika saya pertama kali memulai dunia forex. Pasalnya tidak ada satupun yang mau mengajari saya sehingga saya harus tenggelam dalam puluhan website forex luar negeri dan buku-buku tebal hanya untuk mensarikan penggunaan sebuah indikator teknikal. Bah… kalau ingat masa-masa itu rasanya ingin menangis saja (lho kok tiba-tiba jadi melankolis ya…). Ok deh kita lanjutkan pelajaran kita pada indikator pertama kita yaitu Moving Average: The Mother of Indicators

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 5. Indikator Teknikal”

WALKING LAMB : 4. Trend, Support-Ressistance, Overbought-Oversold

Nah, perhatikan baik-baik kelima istilah ini karena jika Anda benar-benar tidak memahaminya maka Anda tidak akan pernah mengetahui bagaimana menentukannya dan dengan demikian tamatlah riwayat perjalanan forex trading Anda.

Dalam bertrading, keuntungan hanya dapat kita peroleh ketika harga bergerak. Ya. Hanya ketika harga bergerak. Entah dia bergerakn naik atau bergerak turun. Nah kecenderungan harga yang bergerak dalam satu arah itulah yang dimaksud dengan trend. Trend sendiri sangat berguna dan merupakan bagian terpenting dalam menentukan posisi Anda dalam bertrading. Berhubung posisi dalam trading hanya ada dua yaitu buy dan sell, maka trend pun hanya memiliki dua jenis yaitu uptrend dan downtrend. Bahasa Indonesiafnya ya trend naik dan trend turun.

Mari perhatikan gambar dibawah ini:



Coba bayangkan jikalau kita tidak mengetahui bagaimana caranya mencari trend dalam pergerakan harga seperti ini. Ketika harga sedang berada dalam trend turun Anda membuka sebuah posisi buy dan sebaliknya ketika harga bergerak naik, Anda membuka posisi sell. Hegh… Paling tidak Anda tidak akan bisa tidur nyenyak dalam keadaan demikian karena posisi yang tersangkut hehehe.


Jadi menentukan trend yang sedang terjadi adalah sangat penting dan tidak boleh Anda abaikan begitu saja. Abaikan, maka trading Anda hanya akan menjadi sebuah perjudian. Remehkan, maka market akan menendang Anda hingga terasa sakit berhari-hari dan kadang berbulan-bulan. Bergantung efek sosial yang ditimbulkannya karena Anda kehilangan sejumlah uang.

Kebanyakan analisa teknikal digunakan untuk memprediksi trend dan sejauh mana trend akan berlangsung. Beberapa indikator seperti Moving Average atau Parabolic SAR juga digunakan untuk mengetahui sedang kemanakah market sedang berlari.

Namun ada keadaan-keadaan dimana market tidak bergerak naik atau turun yang biasa disebut side ways. Dalam keadaan demikian, membuka posisi beli atau jual sama saja menghabiskan kesabaran yang pada akhirnya menggerus emosi Anda dalam bertrading. Situasi side ways biasanya terjadi ketika market Eropa atau Amerika sedang tutup atau sedang menunggu berita besar. Dalam keadaan demikian tidak banyak perdagangan yang terjadi sehingga menyebabkan situasi side ways terjadi. Well, hindari keadaan itu.


Support dan Ressistance

Istilah lainnya yang perlu Anda ketahui adalah yang biasa dinamakan dengan Support dan Ressistance. Sekarang mari kita perhatikan bersama ketika sebuah trend sedang berlangsung. Katakanlah sebuah uptrend. Adakah sebuah trend yang tidak pernah berakhir? Tentu tidak. Setiap kenaikan akan mencapai titik puncaknya untuk kemudian berhenti naik dan berlanjut dengan penurunan. Demikian juga sebaliknya, ketika harga bergerak turun, akan ada suatu saat dimana penurunan berhenti dan harga kembali naik.

Titik-titik dimana kenaikan dan penurunan harga tersebut berhentilah yang dinamakan titik support dan ressistance. Batas bawah dari pergerakan harga biasa dinamakan dengan Support sementara batas atasnya biasa disebut sebagai ressistance.

Kedua titik tersebut sangat vital dalam trading Anda kelak. Tanpa mengetahui titik tersebut maka kita hanya dapat mengikuti trend tanpa mengetahui bahwa sebenarnya umur trend tersebut sudah tidak akan lama lagi akan akan digantikan dengan trend sebaliknya atau situasi side ways.

Ada banyak cara dalam menentukan sebuah titik support dan ressitance. Beberapa trader menggunakan indikator untuk mengetahuinya. Lainnya menggunakan deret Fibonacci sementara yang lain menggunakan history pergerakan harga dimasa lampau. Saya sendiri tidak mau terlalu pusing untuk menghitung support ressistance dengan menggunakan perhitungan yang rumit. Bagi saya forex sudah cukup rumit dengan analisa dan psikologi yang kompleks didalamnya. Jadi, mengapa tidak kita sederhanakan saja? Sometimes simple is better.

Cara yang termudah dalam menentukan support dan ressistance adalah dengan mengetahui pergerakan harga terrendah dan tertinggi dimasa yang lalu pada periode tertentu, misalnya satu bulan. Coba perhatikan grafik berikut ini:



Grafik diatas adalah grafik untuk GBPUSD pada tanggal 20 hingga tanggal 26 April 2007 dengan periode 1 jam. Perhatikan bahwa harga bergerak naik tetapi tidak melebihi daerah yang telah diberi tanda garis berwarna biru. Ketika harga bergerak naik hingga mendekati 2.0060 maka seolah-olah harga kehilangan kemampuannya untuk bergerak naik lagi melewati titik tersebut dan sebaliknya ketika dia bergerak turun, harga tidak dapat menembus titik 1.9970 yang merupakan batas terrendahnya. Titik 2.0060 itulah yang dinamakan dengan ressistance dan 1.9970 dinamakan support.

Kedua titik ini sebenarnya adalah cerminan titik psikologis yang diakui oleh pelaku pasar secara bersamaan. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya pergerakan harga ditentukan oleh hukum demman and supply (permintaan dan penawaran). Ketika permintaan naik sementara penawaran tetap maka mata uang akan menguat dan sebaliknya ketika penawaran banyak dan permintaan tetap maka mata uang akan melemah dikarenakan banyaknya supply yang beredar di pasar.

Nah dalam keadaan harga uptrend misalnya, maka secara psikologis akan menyebabkan tergulirnya bola salju besar dan saling menguatkan. Ketika harga mulai merangkak naik maka para trader seperti biasanya akan mengikuti trend yang sedang terjadi dan mengambil sebah posisi buy. Hal ini mengakibatkan permintaan naik sehingga harga terus terdongkrak naik.

Namun dilain sisi mayoritas trader juga mengantisipasi berakhirnya trend dengan mengambil sebuah titik ressistance tertentu. Pada titik itu mereka tidak lagi melakukan aksi buy sebaliknya mereka akan melakukan aksi profit taking dengan menjual mata uang yang telah mereka beli sebelumnya. Nah jikalau semua orang melakukan hal demikian secara otomatis permintaan berkurang dan kenaikan mata uang mulai kehilangan tenaganya. Akibatnya, harga kembali bergerak turun.

Jadi kuncinya disini adalah bagaimana menentukan titik support dan ressistance yang sama dengan titik support ressistance pasar secara kolektif. Jika kita mengetahui titik-titik ini maka trading akan jauh lebih mudah.

Lalu sekarang muncul pertanyaan baru dalam benak kita: Mungkinkah titik support dan ressitance tersebut dapat ditembus oleh pergerakan harga? Jawabannya adalah mungkin. Sulit memang tapi mungkin-mungkin saja.

Dalam keadaan dimana pembeli menang dan penjual lebih sedikit, tentu saja harga dapat kembali terus naik meskipun sudah mencapai titik ressistancenya. Dalam keadaan demikian maka sebenarnya suara titik support dan ressistance pada market tidak seragam dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok memperkirakan harga tidak akan naik sampai level tertentu sementara kelompok lainnya berpendapat harga dapat naik melewari level yang ditentukan kelompok pertama. Jika kelompok kedua menang, tentu saja support atau ressistance akan pecah.

Apa yang akan terjadi ketika titik sup dan res tersebut tertembus? Jawabannya adalah akan terbentuk titik support dan ressistance yang baru. Titik ressistance yang tertembus akan menjadi titik support sementara titik ressistance baru akan kembali terbentuk. Perhatikan gambar berikut:



Ini merupakan grafik GBPUSD dengan menggunakan time frame harian. Nampak pada daerah yangi diberikan tanda lingkaran, harga menembus titik ressistancenya. Akibatnya harga bergerak semakin menjauhi titik ressistance tersebut hingga terbentuk titik ressistance baru pada garis horizontal paling atas.Titik ressistance yang tadinya tertembus kini berubah menjadi titik support yang baru dan kini harga bergerak pada rangenya yang baru.

Kini persoalan berikutnya yang tertinggal adalah bagaimana mengetahui bahwa harga akan menembus titik support ressistance nya atau tidak. Hahaha, kalau sudah sampai disini Anda harus mempelajari beberapa instrumen analisa teknikal terutama yang bertipe oscillator untuk menegetahui titik jenuh beli atau jenuh jualnya. Perlu juga diperhitungkan situasi fundamental yang terjadi. Tidak mudah memang. Sebagian besar mengetahui titik-titik kritikal tembus tidaknya sup dan res dari pengalamannya setelah bertahun-tahun trading. Ya saya juga sih. Jadi harus diakui pengalaman itu penting.

Ok anak-anak sampai disini pelajaran sup dan res kita. Cukup mudah bukan? (Apakah saya mendengar ada yang berseru: “Ya bu guru…”)


Overbought dan Oversold

Ok kita masuk point berikutnya dari analisa teknikal yaitu istilah yang dinamakan sebagai jenuh beli dan jenuh jual (overbought-oversold atau biasa disingkan OB dan OS saja biar tidak capek menulisnya). OB dan OS merupakan keadaan dimana harga tidak dapat lagi melanjutkan trendnya dikarenakan sudah terlalu mahal atau terlalu murahnya harga sehingga trend tidak dapat lagi dilanjutkan. Berbeda dengan sup dan res yang merupakan level psikologis yang pada dasarnya hanyalah kesepakatan bersama tidak resmi diantara sesama trader, OB dan OS sendiri merupakan sebuah keadaan yang lumrah dan nyata terjadi di pasar (bukan semata perkara psikologis).

Andaikata sebuah trend naik sedang terjadi, maka dalam keadaan ini mata uang menjadi lebih mahal dari biasanya. Jika kita menemukan grafik GBPUSD sedang menanjak naik misalnya, itu artinya GBP sedang bertambah mahal nilainya dibandingkan USD. Pelaku pasar terus menerus memburu GBP dikarenakan diharap harga akan terus beranjak naik dan mereka pun masih memiliki modal yang cukup untuk melakukan aksi belinya.

Namun akan ada suatu titik dimana pembeli tidak mungkin lagi membeli GBP dikarenakan harganya sudah terlalu mahal. Bukan saja perkara pendapat pembeli bahwa harga terlalu mahal, tapi lebih dari itu adalah modal mereka sudah tidak dapat lagi mencukupi untuk membeli GBP dalam jumlah tertentu. Nah keadaan inilah yang dinamakan titik jenuh beli atau OB.

Sebaliknya ketika downtrend sedang terjadi, akan ada suatu titik dimana harga akan berhenti turun dikarenakan harga jual sudah terlalu murah sehingga penjual tidak mungkin lagi menjual mata uangnya atau mereka akan merugi. Inilah yang dinamakan jenuh jual OS.

Dalam keadaan harga mencapai titik OB atau OS nya maka diharapkan harga akan berbalik arah dan trend akan segera berhenti. Jadi ketika bergerak naik dan titik OB sudah tercapai, maka harga akan kembali trend naik akan berhenti lalu digantikan dengan bergerak turunnya mata uang. Begitu juga sebaliknya ketika harga bergerak turun lalu kemudian memasuki area OS maka harga akan bergerak kembali naik dan trend turun pun berhenti.

­Sering kali OB dan OS juga terjadi pada titik-titik Sup dan Res dikarenakan memang keduanya adalah titik yang bersifat sama yaitu trend counter. Namun tidak selalu demikian. Tentu saja keputusan buy dan sell akan sangat menunjang sekali apabila harga tidak berada pada titik-titik ekstrim ini.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya menentukan titik OB dan OS ini? Cara yang termudah adalah dengan menggunakan indikator bertipe Oscillator seperti RSI atau Stochastic. Indikator-indikator ini memang dirancang untuk menentukan titik-titik OB dan OS.

Mari kita gunakan salah satu contoh indikator: yaitu Stcohastic Oscillator. Pada Stocastic, area OB terjadi ketika nilai Stochastic berada pada level diatas 80 dan OS terjadi ketika Stochastic berada pada level dibawah 20. perhatikan gambar berikut ini:



Area yang diarsir berwarna oranye merupakan area jenuh beli dan jenuh jual. Anda dapat melihatnya pada lingkaran berwarna merah yang saya gambarkan. Ketika harga bergerak turun dan kemudian menyentuh area jenuh jualnya maka harga kembali bergerak naik dikarenakan harga sudah terlalu murah untuk dijual oleh penjual. Keadaan yang sama juga terjadi pada area jenuh beli.

Perihal penggunaan Stiochastic ini lebih detil kita akan bahas pada sesi berikutnya dari analisa teknikal. Harap bersabar.

Nah dengan memperhatikan kita dapat memperkirakan kapankan sebuah trend berakhir dan digantikan dengan trend berikutnya. Dengan demikian kita dapat mengatur timing pembukaan posisi menjadi lebih baik lagi.

See you at the next lesson.

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 4. Trend, Support-Ressistance, Overbought-Oversold”

WALKING LAMB : 3. Membaca Candlestick

Untuk memulai sebuah analisa, kita harus mampu membaca grafik terlebih dahulu. Grafik yang biasa dipakai adalah sebuah grafik sederhana antara harga vs waktu. Sumbu “X” sebagai waktu dan sumbu “Y” sebagai harga. Namun dikarenakan tampilannya yang menggunakan time frame tertentu serta berwarna warni, kita perlu mempelajari caya membacanya terlebih dulu. Selamat datang dalam Candlestick!

Perhatikan gambar dibawah ini. Ini disebut “Candlestick Chart” karena bentuknya yang seperti lilin. Grafik ini diambil dari Netdania (www.netdania.com), penyedia realtime chart untuk forex. Selain Netdania ada banyak penyedia chart lainnya yang dapat diakses dengan cuma-cuma tanpa harus membayar sepeser pun. Masing-masing penyedia memiliki chart dan tampilannya yang berbeda satu sama lain. Tidak menjadi masalah menurut BelajarForex karena jikalau kita bisa menggunakan satu buah chart platform pun seharusnya platform lain hanya membutuhkan sedikit penyesuaian.

Grafik ini dibuat pada abad ke 17 oleh orang-orang Jepang yang awalnya digunakan untuk memantau pergerakan harga pada produk-produk komoditi. Steven Nison dikenal sebagai orang pertama yang mempopulerkan chart model ini. Sifatnya yang sangat representatif karena terdiri dari High, Low, Open dan Closing Price membuat grafik ini paling populer dipakai oleh para analis forex. Jika Anda terbiasa dengan produk-produk sekuritas, grafik ini tidak pernah digunakan untuk memantau harga. Kenapa? Sederhana, harga sekuritas hanya memerlukan closing price saja tidak seperti pada forex trading.

Sebenarnya ada lagi jenis grafik lainnya seperti bar chart, dot chart, line chart, dan lainnya. Namun candlestick memang lebih banyak digunakan oleh para trader karena tampilannya yang representatif alias mudah dibaca.


Gambar diatas adalah grafik untuk nilai tukar GBP/USD. Jika Anda melihat garis biru putus-putus dibagian atas itu adalah harga terakhir dari nilai GBP/USD yaitu sebesar 2,0052. Artinya satu GBP harganya USD 2,0052 (ingat cara membaca quote yang pernah diterangkan pada modul sebelumnya). Lihat juga tulisan kecil di bagian kiri atas yang tertulis “1 hour”. Itu artinya satu candle (satu batang) mewakili pergerakan harga untuk satu jam.

Interpretasi candlestick didasarkan “pattern” yang ada. Candle yang berwarna hijau artinya harga bergerak naik atau closing price lebih tinggi nilainya dibanding opening price. Sebaliknya, candle berwarna merah artinya harga bergerak turun atau clsoing price lebih rendah nilainya dibanding opening price. Lalu apa garis vertikal diatas dan dibawah dari candle itu? Itu adalah highest price dan lowest price selama periode yang diberikan. Dalam contoh diatas adalah harga terendah dan tertinggi untuk setiap jamnya karena periode yang digunakan adalah per-jam.

Jika memakai istilah Bullish dan Bearish maka yang berwarna hijau adalah Bullish pattern dan yang berwarna merah adalah Bearish pattern. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini:

Jangan heran bila Anda menemui warna yang berbeda untuk kedua harga diatas misalnya biru dengan merah. Tidak masalah, bergantung masing-masing chart provider dalam memberikan warna.

Nah, sekarang perhatikan gambar dibawah ini:

Ini adalah candlestick untuk GBP/USD pada tanggal 24 April 2007 dengan menggunakan periode grafik 1h (artinya 1 Candlestick mewakili pergerakan selama 1 jam). Sumbu “X” khususnya bagian yang saya beri tanda kotak merah merupakan jam pergerakan yang hendak kita bahas. Jam menunjukkan pukul 09.00 dan 10.00 WIB yang artinya Candlestick diatasnya mewakili pergerakan dari pukul 09.00 dan pukul 10.00. Begini cara membacanya: Pada jam 09.00 harga dibuka pada 1.9987 untuk kemudian ditutup pada pukul 10.00 pada 1.9987. Dari grafik berwarna merah ini menunjukkan bahwa highest price adalah sama dengan opening price yang ditandai tidak adanya garis vertikal pada bagian atas liln. Untuk lowest price berada pada kisaran 1.9955.

Untuk pukul 10.00 hingga pukul 11.00 harga dibuka pada 1.9971 dan kemudian ditutup di 1.9974. Untuk highest dan lowest price ada pada kisaran 1.9980 dan 1.9960. Demikian seterusnya dan berlanjut ke candle lainnya.

Sekarang muncul pertanyaan, apakah opening price itu harus sama nilainya dengan closing price pada candle sebelumnya? Tidak. Tidak harus, dan kenyataannya sering terjadi bahwa opening price berbeda dengan closing price pada hari sebelumnya. Ini seringkali terjadi bila melewati hari libur (Sabtu dan Minggu) ada jika ada kejadian khusus. Ketidak samaan ini biasa disebut “gap.” Gap biasa digunakan para analis teknikal untuk memprediksi harga.

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah:



Pembahasan mengenai gap akan dipisahkan dari artikel ini karena memang sudah menyinggung analisa secara teknikal dan cukup luas. Untuk sementara cukuplah bagi kita untuk dapat membaca candlestick sebelum mengetahui analisa teknikal. Jangan lupa untuk membaca artikel lainnya pada website ini untuk memperdalam kemampuan analisa Anda.

Nah, sekarang Anda sudah mengetahui kunci pembacaan grafik forex paling tidak sudah bisa meraba arah pergerakan harga. Mungkin Anda berpikir: “Gotcha! Akhirnya aku sudah bisa membuka real account! Woo hoo…”

Tunggu dulu. Bisa membacanya belum tentu bisa mendapatkan keuntungan. Lanjutkan sekolah forex Anda sampai selesai sebelum Anda memutuskan membuka real account. Sampai bertemu di kelas berikutnya.

Kita akan mulai mempelajari analisa teknikal! Horeee. Prepare your brain men!

Sumber : http://belajarforex.com
read more “WALKING LAMB : 3. Membaca Candlestick”

Followers

 

Copyright © 2009 by GAMES